Jika pada akhir waktu, rasa hati tidak aku ungkapkan, aku akan tetap berusaha membuatnya hidup dalam tulisan-tulisanku.

Sunday, June 29, 2014

Kedatanganmu (lagi)

Kota Kita



Ini tidak frontal, aku belum menyebutkan nama lengkapnya, maupun nama kesayangannya. Aku hanya ingin bercerita pada kalian tentang malaikat pelupaku. Jika dia membacanya, setidaknya dia tau apa yang aku rasakan, yang tidak mampu aku ungkapkan.


Hai malaikatku, mungkin kah kamu sedang mencoba mengingatku?

Aku masih ingat memberikan kata ‘pelupa’ di belakang kata malaikat untuk dirimu. Iya, ketika kita masih saling memiliki. Ketika itu kamu sedikit membuatku bersedih dan lupa untuk menciptakan senyum di bibir kita bersama. Ah, sudah lah aku telah berdamai dengan masa lalu kita yang begitu manis.

Andai saja semesta mengizinkan aku untuk menyebut lengkap namamu, tiga kata dari nama lengkapmu, dan tiga huruf nama panggilan kesayangan dariku untukmu. Benar, semesta tidak mengizinkannya, tetapi aku tidak dilarang untuk menceritakan tentang kamu, aku, dan kita untuk ke sekian kalinya.

Aku tidak bisa menerka berapa kali kamu jatuh pada hati orang lain setelah kita saling memutuskan untuk tidak lagi bersama. Aku juga tidak pernah ingin cari tau bagaimana kamu jatuh, seberapa lama, dan berpisah seperti apa. Bukan, bukan karena aku tidak lagi peduli denganmu. Entah, aku masih merasakan nyeri yang sama di dalam hati ini jika semesta menyadarkan aku bahwa kamu sudah memiliki dan dimiliki orang lain, mungkin aku yang belum sepenuhnya melepaskanmu atau rasa ini yang sudah mengakar kuat di kalam hati. Tak bisa dipungkuri, beberapa yang menetap di hati aku tidak pernah sanggup menyingkirkanmu di ruangan spesial hati ini.

Kita dipisahkan bukan karena kita saling menyakiti, bukan karena pertengkaran, bahkan karena perselingkuhan. Aku ingat benar bagaimana kita saling menyayangi, bagaimana kamu menyanyikan aku sebelum tidur, bagaimana kamu memelukku dengan begitu hangat, bagaimana kamu tersenyum untuk menghiburku, aku rindu memiliki kita, memiliki kamu. Dulu aku berpikir bahwa kita adalah pasangan yang akan selalu bersama, aku teramat mencintaimu dan menyayangimu, kamu pun begitu, aku selalu percaya itu. Kita juga selalu dan telah berangan tentang masa depan kita.

Aku mencintaimu dan mencintai kita. Aku menyayangimu dan menyayangi kita.

Kecewa adalah kata yang berkawan dekat dengan diriku akhir-akhir ini. Aku teringat, terakhir kita bersama, aku telah mengecewakan kita karena keadaanku, karena jarak yang aku ciptakan. Kamu tau? Aku sempat menyesal pernah memutuskan untuk pergi jauh dari kota kita yang dulu, andai saja kamu telah bersamaku sebelum aku memutuskannya. Namun, sekarang aku mulai menemukan alasan-alasan Allah yang sebelumnya tidak aku sadari.

Terima kasih, malaikatku. Terima kasih untuk detik yang kamu relakan untuk menengok aku, menengok kita. Terima kasih untuk mengajak lagi rasa ini bermain sejenak. Lebih dari 200 hari aku tidak melihat sosokmu secara nyata, menyentuhmu, dan mencium aroma tubuhmu yang aku suka sedari dulu.

Kamu datang ke kota istimewa ini, kota yang pernah kita jadikan mimpi kita berdua.

Kamu datang ke kota cinta ini, kota yang menjadi tempatku untuk mencintaimu dari kejauhan.

Kamu datang ke kota manis ini, kota yang pada akhirnya memberikan memori manis untuk kita berdua.

Kamu tidak pernah berubah, malaikatku. Hanya saja kamu bukan kamu milik aku yang dulu.

Malam itu, aku perkenalkan sudut manis kota ini, aku perkenalkan dengan kopi yang kamu suka, aku perkenalkan sudut-sudut kota yang berkaitan dengan kehidupanku, aku perkenalkan aroma cinta yang berada di sekeliling kita malam itu, dan aku sangat mensyukuri pertemuan kita yang singkat itu. Andai kamu mengerti bahwa aku sempat mengenalkan tempat dimana aku berdiam untuk melepaskan kita.

Aku bersyukur bisa menepati janjiku untuk membawamu ke tempat dimana kamu pasti menyukainya. Aku menyukai dimana kamu masih saja membawa beberapa memori kita yang dulu, kamu tidak sungkan untuk makan makananku dan minum minumanku, kebiasaanmu waktu kita bersama. Aku merindukannya, malaikat.

Aku bersyukur bisa berjalan di sampingmu lagi, di samping jagoanku, di samping calon imamku dulu, di samping penyanyi dan drummer terbaikku, di samping malaikatku yang pelupa dan lucu, di samping pelatih renangku yang spesial, di samping calon ustadku dulu, di samping laki-laki kesayanganku yang rela pipinya aku cubit, di samping laki-laki yang masih aku sayang.

Aku bersyukur, masih bisa menemukan senyummu, tawamu, dan candamu. Aku masih bisa sedikit mencium aroma tubuhmu, walaupun aku sempat mengurungkan niat untuk memelukmu dari belakang, seperti keinginanku dulu, kamu ingat?

Sejak kita tidak lagi bersama, aku tidak pernah berharap kamu untuk menepati janji menyusulku ke kota istimewa ini. Aku hanya masih menyadari rasa yang masih betah untuk menempati ruangan itu.

Aku tidak pernah mengerti alasan Yang Mahacinta mengizinkan sosokmu tinggal di ruangan spesial hati ini ketika beberapa yang lain mencoba untuk meninggalkan rasa di hati ini. Mengapa Dia tidak mengizinkan aku untuk melepaskan kamu secara utuh? Bahkan sampai saat ini, saat aku menulis ceritamu ini.


Malaikat pelupaku, aku tidak pernah berharap dengan kesempatan kedua yang mungkin akan datang, terlebih jarak. Aku hanya ingin menengok sebentar ke dalam hatimu, apakah masih ada sosok aku dan kisah kita?

Aku masih menunggu.