Kota
Kita
Ini tidak frontal, aku
belum menyebutkan nama lengkapnya, maupun nama kesayangannya. Aku hanya ingin
bercerita pada kalian tentang malaikat pelupaku. Jika dia membacanya,
setidaknya dia tau apa yang aku rasakan, yang tidak mampu aku ungkapkan.
Hai malaikatku,
mungkin kah kamu sedang mencoba mengingatku?
Aku masih ingat
memberikan kata ‘pelupa’ di belakang kata malaikat untuk dirimu. Iya, ketika
kita masih saling memiliki. Ketika itu kamu sedikit membuatku bersedih dan lupa
untuk menciptakan senyum di bibir kita bersama. Ah, sudah lah aku telah
berdamai dengan masa lalu kita yang begitu manis.
Andai saja semesta
mengizinkan aku untuk menyebut lengkap namamu, tiga kata dari nama lengkapmu,
dan tiga
huruf nama panggilan kesayangan dariku untukmu. Benar,
semesta tidak mengizinkannya, tetapi aku tidak dilarang untuk menceritakan
tentang kamu, aku, dan kita untuk ke sekian kalinya.
Aku tidak bisa menerka
berapa kali kamu jatuh pada hati orang lain setelah kita saling memutuskan
untuk tidak lagi bersama. Aku juga tidak pernah ingin cari tau bagaimana kamu
jatuh, seberapa lama, dan berpisah seperti apa. Bukan, bukan karena aku tidak
lagi peduli denganmu. Entah, aku masih merasakan nyeri yang
sama di dalam hati ini jika semesta menyadarkan aku bahwa kamu sudah memiliki
dan dimiliki orang lain, mungkin aku yang belum sepenuhnya
melepaskanmu atau rasa ini yang sudah mengakar kuat di kalam hati. Tak bisa
dipungkuri, beberapa yang menetap di hati aku tidak pernah sanggup menyingkirkanmu
di ruangan spesial hati ini.
Kita dipisahkan bukan
karena kita saling menyakiti, bukan karena pertengkaran, bahkan karena
perselingkuhan. Aku ingat benar bagaimana kita saling menyayangi, bagaimana
kamu menyanyikan aku sebelum tidur, bagaimana kamu
memelukku dengan begitu hangat, bagaimana kamu tersenyum untuk menghiburku, aku
rindu memiliki kita, memiliki kamu. Dulu aku berpikir bahwa kita adalah
pasangan yang akan selalu bersama, aku teramat mencintaimu dan menyayangimu,
kamu pun begitu, aku selalu percaya itu. Kita juga selalu dan telah berangan
tentang masa depan kita.
Aku mencintaimu dan
mencintai kita. Aku menyayangimu dan menyayangi kita.
Kecewa adalah kata
yang berkawan dekat dengan diriku akhir-akhir ini. Aku teringat, terakhir kita
bersama, aku telah mengecewakan kita karena keadaanku, karena jarak yang aku
ciptakan. Kamu tau? Aku sempat menyesal pernah memutuskan untuk pergi jauh dari
kota kita yang dulu, andai saja kamu telah bersamaku sebelum aku memutuskannya.
Namun, sekarang aku mulai menemukan alasan-alasan Allah yang sebelumnya tidak
aku sadari.
Terima kasih,
malaikatku. Terima kasih untuk detik yang kamu relakan untuk menengok aku,
menengok kita. Terima kasih untuk mengajak lagi rasa ini bermain sejenak. Lebih
dari 200 hari aku tidak melihat sosokmu secara nyata, menyentuhmu, dan mencium
aroma tubuhmu yang aku suka sedari dulu.
Kamu
datang ke kota istimewa ini, kota yang pernah kita jadikan mimpi
kita berdua.
Kamu
datang ke kota cinta ini, kota yang menjadi tempatku untuk mencintaimu
dari kejauhan.
Kamu
datang ke kota manis ini, kota yang pada akhirnya
memberikan memori manis untuk kita berdua.
Kamu
tidak pernah berubah, malaikatku. Hanya saja kamu bukan kamu milik aku yang
dulu.
Malam itu, aku
perkenalkan sudut manis kota ini, aku perkenalkan dengan kopi
yang kamu suka, aku perkenalkan sudut-sudut kota yang berkaitan
dengan kehidupanku, aku perkenalkan aroma cinta yang berada di sekeliling kita
malam itu, dan aku sangat mensyukuri pertemuan kita yang singkat itu. Andai
kamu mengerti bahwa aku sempat mengenalkan tempat dimana aku berdiam untuk
melepaskan kita.
Aku bersyukur bisa
menepati janjiku untuk membawamu ke tempat dimana kamu pasti menyukainya. Aku
menyukai dimana kamu masih saja membawa beberapa memori kita yang dulu, kamu
tidak sungkan untuk makan makananku dan minum minumanku, kebiasaanmu
waktu kita bersama. Aku merindukannya, malaikat.
Aku bersyukur bisa
berjalan di sampingmu lagi, di samping jagoanku, di samping calon imamku dulu, di
samping penyanyi dan drummer terbaikku, di samping
malaikatku yang pelupa dan lucu, di samping pelatih renangku yang
spesial,
di samping calon ustadku dulu, di samping laki-laki kesayanganku
yang rela pipinya aku cubit, di samping laki-laki yang masih
aku sayang.
Aku bersyukur, masih
bisa menemukan senyummu, tawamu, dan candamu. Aku masih bisa sedikit mencium
aroma tubuhmu, walaupun aku sempat mengurungkan niat untuk memelukmu dari
belakang, seperti keinginanku dulu, kamu ingat?
Sejak kita tidak lagi bersama, aku tidak pernah
berharap kamu untuk menepati janji menyusulku ke kota istimewa ini. Aku hanya
masih menyadari rasa yang masih betah untuk menempati ruangan itu.
Aku tidak pernah
mengerti alasan Yang Mahacinta mengizinkan sosokmu tinggal di ruangan spesial
hati ini ketika beberapa yang lain mencoba untuk meninggalkan rasa di hati ini.
Mengapa Dia tidak mengizinkan aku untuk melepaskan kamu secara utuh? Bahkan
sampai saat ini, saat aku menulis ceritamu ini.
Malaikat pelupaku, aku
tidak pernah berharap dengan kesempatan kedua yang mungkin akan datang,
terlebih jarak. Aku hanya ingin menengok sebentar ke dalam hatimu, apakah
masih ada sosok aku dan kisah kita?
Aku masih menunggu.