Yogyakarta, 28 Agustus 2013
Apa yang mampu aku ceritakan dan
ungkapkan saat ini?
Mungkin sekarang kamu sedang
membacanya, jangan lupa untuk senyum, itu cukup untukku.
Selamat membaca :)
Dulu, aku pernah memiliki luka, luka yang meradang hingga aku
membiarkannya saja hati ini bertahan pada satu orang, orang
yang berperan besar memberi senyum setiap harinya.
Dulu, aku tidak membiarkan satupun orang lain menulis cerita yang
baru, menciptakan senyum dan tawa sekalipun. Mungkin karena kurasa belum ada
orang lain yang tepat, yang bisa mengembalikan kebahagiaan hati ini seperti
semula. Aku ikhlas senyumku diekori dengan kekecewaan.
Dulu, aku begitu kuatnya menutup rapat-rapat hati yang sudah tak
beraturan, membicarakan rinduku kepadanya dengan semua orang, menangisi segala
kecewa, menyalahkan hati sendiri dan membiarkan ego berperan seenaknya begitu
saja.
Segalanya tiba-tiba berubah secara perlahan, kamu
akhirnya datang bersamaan dengan pudarnya rasa yang dulu ada. Kamu mungkin
datang dengan tidak sengaja, tapi entah kapan dan bagaimana kamu mengembalikan
senyumku yang dulu, membantuku untuk perlahan bisa menerima semua kecewa ini,
membereskan semua sakit yang masih tercecer dan akhirnya aku telah meletakkan
sosokmu dengan rapi di sudut hatiku yang juga sudah rapi.
Banyak waktu yang begitu baiknya dengan kita, banyak
perhatian yang terselip dari balik sikapku kepadamu, banyak rasa yang aku
ungkapkan lewat senyum dan tatapanku. Dan belum ada sama sekali kata yang aku
keluarkan untuk mengungkapkan rasa ini.
Haruskah aku menyalahkan hati yang secara tidak
sengaja mengarah kepadamu?
Dulu aku merasa mungkin mencintaimu,
tapi sekarang aku tau bahwa aku memang benar-benar mencintaimu.
Kalau kamu tanya mengapa...
Aku juga akan tanya mengapa kepada hatiku...
Karena aku mulai mencintaimu bukan dengan logikaku, hatiku hanya mampu
memerintah mata ini untuk terus melihatmu, memerintah mulut ini untuk senyum
kepadamu, memerintah telinga ini untuk terus mendengarkan suaramu, memerintah
tangan ini untuk menulis semua rasa yang belum terucap nyata dan yang
terpenting adalah membiarkan logika ini untuk perlahan memiliki alasan mengapa
aku bisa mecintaimu.
Aku yang dulu adalah seseorang pemikul kecewa dan
kenangan sekarang berubah menjadi seseorang pemendam rasa yang begitu indahnya
yang diciptakan Tuhan dan dititipkan kepada hatiku, yang tentu saja ditujukan
untukmu.
Aku yang dulu adalah seseorang yang menghabiskan
malamnya untuk menangisi hal yang belum tentu bisa kembali sekarang berubah
menjadi seseorang yang selalu tersenyum menulis segala cerita dan hal tentang
kamu.
Sekarang aku mulai memeliki beberapa alasan
akhirnya... Mungkin ini kagum atau semacamnya, tapi ini bukan yang terpenting.
Aku memulainya bukan dengan alasan.
Rasa ini memang telah nyata, maaf aku hanya mampu
mengungkapkan lewat tulisan ini. Tulisan yang mungkin tak penting untukmu.
Aku ikhlas jika perjumpaan ini adalah perjumpaan yang
menyisakan rasa indah di hatiku walaupun tak kamu ketahui sekalipun.
Aku ikhlas jika akhirnya nanti aku menyesal karena
tidak sempat membiarkanmu tau semuanya.
Aku ikhlas jika nantinya kenanganmu memenuhi seluruh
sudut hati ini untuk waktu yang lama.
Karena aku tau bahwa cinta tidak
pernah menuntut tetapi menuntun, menuntun kita menjadi pemberi segala rasa
tanpa syarat.
Begitu jelasnya, aku mencintaimu,
utuh.
Jangan terlalu panjang, aku tidak mau membuat orang
lain lebih bosan.
Terima kasih.
No comments:
Post a Comment