Sapa
Ada seseorang yang menanti
kereta di salah satu sudut stasiun, kereta yang pernah menjadi miliknya telah
lama dinanti, ribuan detik dan ratusan menit yang diberikan waktu cukup
membuatnya bimbang, sedikit sabar atau mencari kereta lain yang bisa membawanya
pergi. Di kesekian ribu detik, kereta itu datang dan akhirnya berhenti tepat di
hadapannya. Seseorang itu membawa begitu banyak barang, barang-barang yang dulu
biasa ia bawa dalam kereta itu, layaknya sebuah persiapan untuk melakukan
sebuah perjalanan. Entah apa yang Tuhan rencanakan, ketika seseorang itu sibuk
merapikan barang-barangnya, tiba-tiba saja pluit petugas berbunyi, kereta itu
begitu cepat berjalan lagi, meninggalkannya. Seseorang itu hanya memiliki dua
pilihan, mencari kereta lain atau menanti kereta itu hingga ia benar-benar siap
mengantarnya lagi. Kereta itu datang kepadanya, mungkin masih menyimpan beberapa
memori, tapi ia juga mungkin datang hanya untuk melihatnya sejenak, meyakinkan
keadaannya, menguraikan rindu, dan akhirnya meninggalkannya lagi. Tidak peduli
bahwa di sudut stasiun sana masih ada seseorang yang ingin ikut pergi, yang
dulu, yang sempat ia jaga selama perjalanan, menjemputnya lagi, dan
mengantarnya lagi.
Sapa...
Entah mengapa satu
kata sederhana itu bisa menjadi sebuah harapan yang begitu berarti dan kuat.
Satu kata yang mampu membongkar kotak memori, memanjakan rindu, dan menyusun
satu-persatu harapan, lagi.
Bagi aku, menunggu
adalah bukan perkara yang sederhana. Menunggu adalah sesuatu yang rumit, dimana
aku harus memulai dengan kata “setia” dan “percaya”. Di tengah perjalanan, aku
dihadapi dengan banyak rindu, yang hanya mampu aku tempatkan di ruangannya,
yang dindingnya terbuat dari kesabaran dan penantian, membuat semua rindu itu
diam untuk sekian waktu.
Adakah salah dari
penantian panjang yang menanti sebuah sapa?
Adakah salah dari
ruang rindu yang terbuka karena terketuk oleh sapa?
Adakah salah dari
harapan yang tiba-tiba hidup lagi karena sebuah sapa?
Penantian yang
mengajari bagaimana aku menyatukan rindu dan harapan menjadi sebuah bingkai
yang aku gantung di dinding hati, yang aku jaga dengan cinta.
Penantian yang membuat
aku percaya bahwa dia yang aku nantikan menjaga semua hal yang pernah kami
miliki bersama.
Penantian yang
meyakinkan aku bahwa dia akan kembali.
Dan sering kali,
penantian lama hanya akan berujung pada penantian yang memiliki kecewa. Dia yang
sempat menemaniku, pergi, dan kembali lagi hanya untuk melihatku.
Kedatangan dan
kepergiannya menyadarkan aku bahwa Tuhan selalu menjadi Maha Pengatur Bahagia
dan Maha Pemilik Waktu, yang akan membuatnya menjemputku suatu waktu nanti,
menjagaku, menjemputku lagi, dan mengantarku lagi.
Aku menantimu
kereta... hingga waktu yang masih Tuhan simpan di kotak rahasia-Nya.
No comments:
Post a Comment