Jika pada akhir waktu, rasa hati tidak aku ungkapkan, aku akan tetap berusaha membuatnya hidup dalam tulisan-tulisanku.

Sunday, April 20, 2014

Seperti Tahun Lalu

Perpustakaan Kota dan Hujan Tahun Lalu


Seperti tahun lalu,
Seperti hujan tahun lalu,
Seperti rasa yang berawal di tahun lalu,


Butir-butir air langit yang jatuh di siang kota mengajakku berteduh di perpustakaan yang telah menjadi saksi diam perjalananku.

Tahun lalu, ketika pendidikan belum terlalu menjerat kuat, kusempatkan sekali dalam seminggu untuk sekedar menciptakan tulisan dalam ruangan yang penuh buku itu.

Di sudut itu, di samping dinding kaca yang mengarah ke selatan, berhadapan dengan majalah dinding, aku menghabiskan banyak waktu sendiri atau bersama salah satu sahabat.

Aroma khasnya masih sama seperti tahun lalu, aroma buku tua yang terawat dan buku baru yang tertular aroma tua teman-temannya.

Pemandangan orang sekitar masih sama seperti tahun lalu, di lantai bawah yang memiliki beberapa bilik dan beberapa kursi meja juga beserta manusia yang bersahabat dengan buku dan di lantai atas yang penuh dengan mahasiswa atau mahasiswi yang berkelana bersama tugas akhirnya.

Aku masih mencintai tempat ini.

Aku tersadar, saat ini aku sedang bersama Laras dan Mila. Laras yang mendapatkan sebuah novel “Waktu Aku sama Mika” yang sudah dibacanya berulang kali dan juga satu novel lainnya, serta Mila yang memilih buku komedi, buku kumpulan diet dan buku psikologi.

Beberapa menit aku mencari, aku mendapatkan sebuah buku kumpulan puisi yang tua, yang memiliki kertas berwarna coklat muda sebagaimana buku tua biasanya dan juga novel “Sepasang Mata untuk Cinta yang Buta”.

Sibuk dengan bukunya masing-masing, kami saling diam dan sesekali bercanda hingga membuat orang lain cukup kesal.

Selama membaca buku kumpulan puisi ini, aku tidak lupa mencatat beberapa kalimat beraroma yang kutemukan di dalamnya, aku abadikan juga di dalam buku kecil merahku yang bergambar hati.

Aku mengagumi mereka yang mampu mengubah kata sederhana menjadi sebuah barisan puisi-puisi yang bernyawa.

Kutemukan sebagian jiwa dari Odgen, John Clare, William Wordsworth, Philip Henry Savage, Lord Byron, Chino Masako, Jalaluddin Rumi, W.S Merwin, Juana Inez De La Cruz, Sophie Hannada, dan juga William Shakespare.

Aku menikmati seluruh isi buku itu yang dibagi beberapa bagian perjalanan mencintai, dari awal mencintai hingga kenangan yang tertinggal atas kepergiannya.

Membaca buku itu membawa aku berkelana kembali dengan cerita lama yang telah aku tinggalkan, merasakan sapanya kembali, dan mengajakku untuk menghidupkannya lagi dalam sebuah tulisan.

Aku sampai di akhir isi buku itu setelah aku meletakkan kata-kata di empat halaman buku kecilku.

Aku akan membagi beberapa potongan puisi suatu saat nanti, yang kuselipkan di antara rasa yang lain.

Novel satu lainnya tidak sempat aku baca karena aku tidak memiliki banyak waktu di tempat ini.

Melanjutkan perjalanan..

Aku kembali dengan meja makan dimana aku biasa menulis di rumah dan menemukan beberapa kata di halaman paling belakang buku kecilku...

“Karena satu-satunya yang bisa mengakhiri setiap cerita yang kamu tulis hanyalah kematian. Jangan berhenti menulis Hany Nurulhadi :)”

(Ada yang aku edit beberapa)
Perpuskot 19/4/14
Laras

Aku tersenyum ditemani cinta, Laras...


No comments:

Post a Comment