Meresensi Milana untuk tugas sekolah. Semoga bermanfaat :)
Judul
buku : Milana, Perempuan yang Menunggu
Senja
Penulis : Bernard Batubara
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : 1
Tahun
terbit: 2013 (April)
Jumlah
hlm : 192
Ukuran : 13 x 20 cm
Kumpulan cerpen Milana ini
dipersembahkan oleh Bernard Batubara atau yang lebih akrab dipanggil Bara.
Setelah berhasil memikat para pembaca dengan buku ketiganya Kata Hati yang
membawa suasana Jogja di dalamnya, pemilik akun @benzbara_ di twitter ini
akhirnya membuat buku kumpulan cerpen atau buku keempatnya. Sejak awal
mengenal Mas Bara di media sosial
Twitter, saya sudah jatuh rasa dengan tulisan-tulisannya. Mas Bara seperti
memiliki magnet kata, sastra dan rasa. Mungkin, semua pembacanya mampu terlarut
dengan setiap ceritanya. Seperti biasa, dalam Milana kali ini Mas Bara pandai
dalam membongkar pasang kata sehingga berubah menjadi barisan-barisan tulisan
yang sejuk.
"Menunggu adalah perkara melebarkan kesabaran dan berhadap-hadapan dengan resiko ketidakhadiran."
"Mendedikasikan setiap detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun untuk menyambut sebuah kedatangan kembali. Untuk mendengar sebuah "Halo, ini aku, sudah pulang."
-Milana, hlm 175
Terdapat lima
belas cerita pendek dalam bukunya kali ini yang ditulis sejak 2010 – 2013.
Milana sendiri adalah salah satu judul dari cerpen di dalam buku ini, Mas Bara pun
tidak mengerti mengapa harus Milana yang menjadi judul untuk buku ini. Dengan
tema yang berbeda, membuat kita berhasil menyapa imajinasi dan mengaduk-aduk
rasa. Tema yang ada bukan hanya cinta, tapi terdapat juga tentang keluarga dan
kehidupan yang banyak menunjukkan perasaan sepi dan kehilangan. Milana sendiri
menceritakan tentang penantian dan pertemuan. Ada juga beberapa cerpen yang
mengandung unsur mistis dan sangat apik sekali
dikemas. Seperti cerpen Tikungan, Jung dan Cermin yang berhasil membuat saya
penasaran dengan akhir ceritanya. Dalam cerpen Beberapa Adegan yang Tersembunyi
di Pagi Hari menggunakan gaya bahasa yang membuat angin, pagi, matahari, bulan,
embun dan tepian daun seperti benar-benar hidup, memiliki perasaan yang
seolah-olah seperti manusia. Ini salah satu favorit saya. Kebanyakan cerpen
memang menunjukkan kesedihan dan kekecewaan, namun terkadang beberapa karakter
akhirnya mendapatkan bahagia di akhir cerita.
Mas Bara juga
berhasil membuat imajinasi saya bermain setiap membaca tulisannya. Entah mengapa,
sering kali membuat saya seolah-olah benar-benar bisa merasakan perasaan yang
diceritakan. Pemilihan diksi yang tepat juga salah satu yang menjadi alasan
mengapa saya menyukai tulisan Mas Bara. Di setiap cerita tentang cinta, selalu
saja romantis, manis, puitis namun tidak hiperbolis. Ilustrasi sihluette yang
mendukung di setiap awal cerpen dan penuh teka-teki juga salah satu kecantikan
buku ini. Memang terkadang terdapat narator yang berbeda-beda dalam satu cerita
yang tidak begitu menunjukkan kekhasan masing-masing.
Bagaimanapun
itu, pencinta sastra yang suka bermain-main dengan imajinasinya disarankan
untuk membaca buku ini. Buku yang sangat direkomendasikan. Sebagai kumpulan
cerpen tunggal pertamanya, Milana dan Mas Bara berhasil membuat pembaca merasa
menjadi satu dengan cerita. Selalu ada penantian untuk buku-bukunya.
"Dan seseorang yang sedang jatuh cinta adalah peneliti yang mahir, bukan?"
No comments:
Post a Comment